Salah Kaprah Makna "Loli" di Tengah Masyarakat


Dalam beberapa hari belakangan ini, publik dikejutkan dengan penangkapan para petinggi admin dari grup Facebook (kita sebut saja sebagai grup yang dilabeli dengan "Loly Candy") yang ditengarai sebagai sarang pedofil:
eksploitasi dan perlakuan yang tidak semestinya kepada puluhan gadis di bawah umur. Salah satu aturan emas yang diterapkan oleh para administrator ini adalah untuk setiap member yang ingin bergabung maka harus menambahkan mereka (yang terdiri dari empat orang) ini sebagai teman ditambah dengan wajibnya untuk menyetor dosis video pornografi di bawah umur secara harian barulah mereka bakal diterima secara sah dan meyakinkan sebagai anggota grup sarang pedofil tersebut. Entah mengapa, kata "Loly" yang disematkan pada nama grup ini sangat erat kaitannya merujuk pada istilah "Loli". Loli, ya, Loli. Konon, dari hasil pengamatan yang sering dijumpai terutama di situs seperti Facebook, banyak publik yang menghakimi istilah "loli" dengan stigma mutlak yang mereka buat dan deklarasikan sendiri. Ada yang mengatakan bahwa kata itu adalah suatu bentuk penghinaan secara seksual, ada pula yang mengatakan bahwa kata tersbut adalah cara-cara yang dilancarkan untuk merendahkan martabat salah satu gender. Tak sedikit pula pihak yang mengecam secara keras terkait penggunaan frasa "loli" tersebut yang dinilai sarat akan nilai-nilai kenegatifan dan penuh eksploitasi pada objek yang dimaksud. Sebelumnya, marilah kita terlebih dahulu mendinginkan kepala kita dan mencari apa sesungguhnya makna dari "loli" itu sendiri. "Loli", secara tata bahasa adalah suatu kata yang terdiri dari tiga huruf dengan satu huruf berulang: l, o, dan i. "Loli" tidak termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sehingga dapat dipastikan bahwa kata ini merupakan suatu istilah asing. Mayoritas sumber di jagad maya percaya bahwa kata "loli" secara global digunakan untuk merujuk "seorang gadis dengan usia yang masih di bawah umur" atau kadang dapat digeserkan maknanya menjadi "seorang gadis yang memiliki tinggi tubuh setara dengan gadis yang masih di bawah umur." Jadi, dari definisi ini tadi, dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak ada hal positif-negatif terkait dengan kata dasar "loli". Ia hanyalah penunjuk dan merupakan hal yang biasa digunakan terutama oleh para kalangan penikmat anime, manga, dan hiburan asal Jepang lainnya karena memang istilah tersebut dari sananya lah mulai populer menghiasi keseharian kita. Lalu, kenapa banyak pihak yang terus bersikeras menganggap "loli" adalah suatu bentuk diskriminasi? Mungkin inilah yang dapat dikatakan sebagai "sesat rujuk" atau "sesat maksud". Karena memang ada istilah yang mengarah pada hal menjadikan loli sebagai bahan fantasi liar seseorang: "lolicon". Ya, lolicon yang dideskripsikan sebagai pengambil peran bejat dalam setiap aksinya terhadap loli ini memang merupakan contoh aktor yang sangat-sangat tidak patut untuk ditiru perbuatannya nan candu menjadikan loli-loli yang manis dan imut sebagai bahan eksperimental seksualnya (terkadang). Oleh karena perbedaan antara suatu istilah dengan istilah lainnya itu, maka kita harusnya mengingatkan sesama individu pengguna jagad maya yang memiliki hak menerima kebenaran dan kewajiban menyampaikan kebenaran. "Loli" tidaklah sama dengan "lolicon" .. Ia merupakan istilah penuh kasih sayang, kecintaan, dan rasa manis. Berhentilah sekarang juga untuk membuat citra buruk pada kata "loli" dan marilah kita bersama selangkah demi selangkah memberantas para "lolicon" atau jika masuk ke dalam versi tingkatan lebih parahnya maka mereka dapat diklasifikasikan sebagai "pedofil" ... Dan karena itu, kadar kemanisan dari seorang karakter berkategori "loli" haruslah diamati dan disukai secara wajar. Jangan berlebihan dalam mencintai sesuatu, jangan berlebihan dalam mencintai loli.

Comments

Popular posts from this blog